PEMIKIRAN SIR MUHAMMAD IQBAL

Pemikiran Muhammad Iqbal


ilmu-ushuluddin.blogspot.co.id
Biografi Singkat Muhammad Iqbal (1877-1938)
Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot, Punjab, India –yang sekarang menjadi Pakistan- pada 9 November 1877 M, bertepatan dengan tanggal 3 Dzul Qa’dah. ­ Bukan tanggal 22 Februari 1873 M. Iqbal keturunan dari Kasta Brahma Kasymir, yang terkenal dengan kebijaksanaan rum dan tabriz nya, dari keluarga nenek moyangnyaberasal dari lembah Kasymir. Kurang lebih pada 3 abad lalu. Ketika Dinasti Moghul yaitu sebuah dinasti Islam terbesar yang berkuasa di India, salah seorang nenek moyang Iqbal masuk Islam, dan nenek moyangnya tersebut masuk Islam di bawah bimbingan Syah Hamdani.

            Iqbal termasuk dari keluarga sufi. Kakeknya bersama Syekh Muhammad Rafiq, berasal dari Lahore, Kasymir. Kemudian hijrah ke Sialkot, Punjab. Ayahnya bernama Nur Muhammad, seoarang sufi yang zuhud. Dalam sumber lain, ayahnya disebutkan bekerja di sebuah dinas pemerintahan yang kemudian beralih ke pedagang. ibunya yaitu Imam Bibi, seoarang wanita yang shalihah dan taqwa.

            Ketika Iqbal lahir pada tahun 1877, gaung peristiwa tragis 1857 masih melekat segar di ingatan kaum Muslimin India. Peristiwa ini dikenal sebagai pemberontakan rakyat India yang mengakibatkan hilangnya kemerdekaan Muslimin pada khususnya yang kemudian orang-orang tunduk pada kolonialisme Inggris. Dalam tragedi ini setidaknya menewaskan sekitar 500.000 rakyat India sebagian besar adalah Muslim. Ironisnya kaum Hindu juga memerlihatkan perasaan musuh kepada kaum Muslim yang kalah.

Pada tahun 1857 tersebut, suasana India sedang tidak stabil. Tahun tersebut merupakan peristiwa runtuhnya Dinasti Moghul di India. Peristiwa pertempuran antara Bahadur Syah (memerintah 1837 – 1857) bersama kaum Muslim dan juga Hindu melakukan pemberontakan terhadap Inggris. Pemberontakan ini terjadi pada tanggal 10 Mei 1857. Akibatnya, Bahadur Syah dan mujahidin dibuang.

Posisi Inggris di India pun semakin kuat, terutama pada bidang ekonomi dan politik. Intervensi Inggris semakin kuat dan The East India Company (EIC) pun dibubarkan. Kondisi ini membuat umat Islam semakin mengalami kemunduran. Lambat laun muncullah kaum intelektual India. Di antaranya Ahmad Khan (1817-1898), dan Amir Ali (1849-1928).

Menurut Ahmad Khan, umat Islam bisa maju dengan mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi. Amir Ali pun demikian, dia ingin menghidupkan kembali pemikiran rasional dan filosofis. Gerakan mereka dikenal dengan gerakan Aligarh.

Gerakan Aligarh tersebut dirintis oleh Ahmad Khan, yang kemudian dilanjutkan oleh murid dan pengikutnya. Gerakan ini berpusat di sekolah MAOC (Muhammad Anglo Oriental College). Kemudian di tahun 1920 namanya diganti menjadi Universitas Aligarh.

Pendidikan, Pengalaman, Perjuangan, dan Wafatnya Muhammad Iqbal
Kondisi pendidikan di India sudah mengalami kemajuan. Adapun bahasa yang digunakan adalah Arab, Urdu, dan Persia. Sedangkan bahasa asli India adalah Urdu. Bahasa yang telah dipakai sejak abad ke-18, berasal dari Turki “Urdu.” Bahasa Urdu juga digunakan di lingkungan pendidikan, terbukti beberapa intelektual menggunakan bahasa Urdu dalam menulis karya-karya mereka.

Iqbal memulai pendidikannya langsung di bawah asuhan ayahnya, yang bernama Nur Muhammad. Setelah itu Iqbal barulah dimasukkan ke subuah surau untuk mengikut pelajaran al-Qur’an dan menghafalnya. Di tempat ini juga Iqbal mempelajari Islam secara klasik. Pendidikan formal pertamanya dimulai di Scottis Mission Scholl di Sialkot. Dia mendapat bimbingan oleh gurunya yang bernama Maulana Mir Hasan, seoarang ahli dalam bahasa Persia dan Arab.

Mir Hasan sebagai guru berupaya kuat agar membentuk jiwa agama pada Iqbal, berupaya kuat memberikan dorongan bagi kemajuan pelajar muda itu. Sejak menempuh pendidikan di Sialkot tersebut, Iqbal gemar mengarang syair-syair. Syair-syair tersebut dapat mengesankan Mir Hasan. Iqbal yang menyukai sastra yang kemudian mendapatkan guru seorang sastrawan membuat karir Iqbal menemukan momentumnya. Iqbal merasa banyak berhutang kepada gurunya tersebut, oleh karenanya Iqbal mengisyaratkannya dalam salah satu sajaknya yang berbunyi:

“Nafasnya mengembangkan kuntum hasratku menjadi bunga”

Iqbal menyelesaikan pendidikannya di Sialkot, kemudian pada tahun 1895 dia hijrah ke Lahore untuk melanjutkan pendidikannya di Government College. Di sini dia memperoleh gelar BA (Bachelor of Art) pada tahun 1897. Kemudian dia mengambil program MA (Master of Arts) pada bidang filsafat di tahun 1899. Di kota inilah dia berkenalan dengan Thomas Arnold. Dia memperoleh bimbingan dari Thomas Arnold yang menjadi dosen di Government College.

Pada tahun 1899, Iqbal sempat menjadi dosen di Oriental College, Lahore di bidang bahasa Arab. Pada tahun 1905 dia meninggalkan Lahore dan menujut Eropa tepatnya di Inggris. Iqbal melanjutkan pendidikannya di Universitas Cambride sebagai usahanya mendalami filsafat pada R.A Nicholson. Dia mendapat bimbingan dari dosen-dosen terkenal, di antaranya James Wart dan J.E Mac Tegart. Iqbal juga mengambil kuliah hukum dan ilmu politik di Lincold Inn London.

Pada tahun 1907 dia pindah ke Jerman dan melanjutkan pendidikan di Universitan Munich. Di kampus ini dia mendapat galar Ph.D di bidang filsafat dengan disertasi yang berjudul “The Development of Metaphysics in Persia.” Dan ketika disertasi terbit menjadi buku, karya ini dipersembahkan Iqbal untuk gurunya Thomas Arnold.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Iqbal kemudian kembali ke Lahore dan membuka praktik sebagai pengacara dan menjadi guru besar di bidang filsafat pada Government College. Dia juga sempat menjadi dekam fakultas kajian-kajian ketimuran dan ketua jurusan kajian-kajian filosofis serta menjadi anggota dalam komisi-komisi yang meneliti masalah perbagai pendidikan di India.

Iqbal juga memberikan ceramah-ceramah politik di Universitas Hyderabad, Madras, dan Aligarh. Hasil ceramahnya kemudian dibukukan dengan judul “Six Lectures On The Recontruction of Religious Thought in Islam” edisi berikutnya “The Recontruction of Religious Thought in Islam.” Ini adalah karya Iqbal di bidang filsafat.

Selain bergelut di bidang keadvotakat, pendidikan, filsafat, dan seni, dia juga berkarir di politik. Tahun 1927 Iqbal terpilih menjadi anggota Majelis Legislatif Punjab. Iqbal memperingatkan Liga Muslim bahwa India tidak pernah bisa mengatasai perbedaan-perbedaan yang timbul untuk menjadi bangsa yang utuh dan menganjurkan agar dapat kerjasama antar kelompok agama. Berikut peringatan dari Iqbal:

Mungkin kita tidak ingin mengakui bahwa setiap kelompok mempunyai hak untuk membangun menurut tradisi budayanya sendiri

Kata-kata Iqbal tersebut dikenal sebagai “Rencana Pakistan.” Iqbal tidak pernah mendukung nasionalisme sempit dalam bentuk apapun. Pihak-pihal lain memanfaatkan idenya untuk melahirkan negara Pakistan. Dan Iqbal pun secara umum dikenal sebagai “Bapak Pakistan” yang idenya direalisasikan oleh Muhammad Ali Jinnah pada tahun 1947 dengan berdirinya Republik Islam Pakistan.

Pada tahun 1935 Iqbal jatuh sakit, dan sakitnya semakin parah tatkala istrinya meninggal ditahun itu juga. Penyakit tenggorokkan yang menyerangnya sejak tahun 1935 dan ditambah pula katarak di tahun 1937 tidak menyurutkan keinginan Iqbal untuk tetap menulis. Dia berharap dapat mempublikasikan tafsirnya “Aids to The Study of The Qur’an.” Dia juga ingin menyusun karya mirip dengan “Also Sprach Zarathustra Nietzche” yang rencananya akan diberi judul “The Book of Forgetten Prophet.” Dia juga ingin menyusun buku tentang “Aplikasi Hukum islam Dalam Masa Modern.” Akan tetapi buku-buku tersebut tidak sempat dia kerjakan hingga dia wafat.

Beberapa hari sebelum dia meninggal, dia mendapat kunjungan dari seorang kawan lama yang sama-sama belajar di Jerman dulu, Baron Van Voltheim. Dia bercerita banyak tentang kenangan, filsafat, puisi, dan juga politik.

Tatkala sakitnya telah merenggut suaranya dan mencapai puncak kritisnya pada 19 April 1938, Iqbal sempat membacakan sajak terakhirnya, yaitu:

Melodi perpisahan kau menggema kembali atau tidak
Angin HIjaz kau berhembus kembali atau tidak
Saat-saat hidupku kau berakhir
Entah pujangga lain kau kan kembali atau tidak
Selanjutnya …
Ku katakan kepadamu ciri seorang mukmin
Bila maut datang, akan merekah senyum di bibir

Demikian keadaan Iqbal sewaktu menyambut kematiannya. Iqbal meletakkan tangannya pada jantungnya seraya berkata, “kini sakit telah sampai di sini.” Dan Iqbal merintih sejenak kemudian tersenyum lalu ia pun meninggal dunia. Sir Muhammad Iqbal meninggal pada usia 60 tahun masehi, 1 bulan 26 hari atau 63 tahun hijriah, 1 bulan 29 hari.

Latar Belakang Pemikiran Iqbal
Yang membentuk semangat Muhammad Iqbal di dalam hati dan pikirannya yaitu ketika dia menempuh pendidikan di Government College, Lahore. Pendidikan pada lembaga ini tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai ruhani. Adapun unsur-unsur pokok yang ditanamkan dalam lembaga ini adalah sebagai berikut:

Pertama, iman dan keyakinan merupakan pendorong dan penuntun segala pemikiran dan perbuatannya. Kedua, al-Qur’an merupakan sumber yang utama bagi kehidupan dan filsafatnya. Rasa kagum Iqbal terhadap al-Qur’an melebihi rasa kagumnya terhadap hal-hal lain. Sehingga dalam mempelajari al-Qur’an, dia bersikap sangat khusyu dan dengan penghargaan yang besar. Al-Qur’an bagi Iqbal adalah pedoman berpikir dan berbicara.

Ketiga, realisasi diri atau ego. Iqbal menekankan perkembangan dan pemeliharaan diri atau ego. Dia percaya bawa perkembangan personalitas yang benar akan terwujud apabila dilakukan dengan realisasi. Apabila perkembangan diri atau ego tidak terwujud, maka diri atau ego akan tetap berada sebagai ide-ide saja.

Keempat, menjalakankan ibadah sunnah khususnya shalat tahajud, bagi Iqbal hal itu dapat memberikan pencerahan ide, pikiran, dan cita-cita bagi jiwa. Kelima, adalah syair dari seorang Jalaluddin Rumi dalam masnawi-masnawinya yang merupakan pembinaan dan tempat perbandingan bagi Iqbal, terutama pada saat dia sedang mempelajari doktrin-doktrin materialistik Barat yang saat itu mengalami kebingungan dan keputusasaan.

Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal
Islam, Masyarakat, dan Negara
Karir politiknya dimulai pada tahun 1927 ketika dia terpilih menjadi dewan legislatif Punjab. Tiga tahun kemudian dia terpilih sebagai Ketua Muslim Liga. Visi politiknya ketika dia berpidato sambil mensitir Ernest Renan “bahwa manusia tidak dapat diperbudak baik oleh ras, agama, batas-batas sungai, atau barisan gunung-gunung.”

      Sekelompok besar manusia yang mempunyai pikiran sehat dengan hati yang penuh semangat bisa saja membentuk suatu kesadaran moral yang biasa disebut bangsa. Iqbal berkeinginan melihat Punjab, daerah Perbatasan Utara, Sindi, dan Bulukistan menjadi suatu negara.

Pemahaman Iqbal terpusat atas pesamaan dan persaudaraan sampai pada kesimpulan bahwa demokrasi adalah cita-cita politik yang penting dalam Islam. Karena demokrasi memberikan kebebasan kepada manusia. Iqbal mengkritik demokrasi itu sendiri, karena cenderung memperkuat semangat percaya kepada hukum yang dapat menggantikan sudut pandang moral murni dan menyamaartikan sesuatu yang ideal dengan sesuatu yang salah.

Pandangan tentang demokrasi membawa pada sikap nasionalismenya. Iqbal menentang nasionalisme sebagaimana dipahami di Eropa, bukan karena, kalau paham itu dibiarkan berkembang di India lalu mengurangi keuntungan materi bagi umat Islam, tetapi karena dia melihat dalam paham itu tertanam benih-benih materialisme yang atheis sebagai bahaya terbesar bagi umat manusia dewasa ini. Patriotisme adalah suatu berkah yang sepenuhnya bersifat fitri dan mempunyai tempat dalam kehidupan moral manusia. Nasionalisme yang berlebih-lebihan mempersempit kemungkinan-kemungkinan untuk memelihara dan mengembangkan naluri kehidupan.

Naionalisme mengenai Islam mengandung arti khusus di India, di mana Muslim India adalah kaum minoritas. Jadi dia mengungkapkan jika nasionalisme di India meragukan untuk terwujud. Struktur sosial Islam itu mencakup negara, hukum dan syari’at.Nasionalisme apa pun yang menentang solidaritas sosial Islam dan kehidupannya tidak bisa diterima. Islam dapat menerima batas-batas yang memisahkan satu daerah dengan yang lain dan dapat menerima perbedaan bangsa hanya untuk memudahkan soal hubungan sesama mereka. Batas dan perbedaan bangsa tidak boleh mempersempit cakrawala pandangan sosial umat Islam. Dunia Islam merupakan satu rumpun keluarga yang terdiri dari republik-republik itu. Dengan demikian, Iqbal bukanlah seorang nasionalis dalam arti sempit, tetapi seorang Pan-Islamis.

Tidak semua orang setuju dengan ide nasionalisme Iqbal, yang menolak seperti: Abu Hasan Ali Nadwi dan Al-Maududi, serta kebanyakan ulama di India mengemukakan argumentasi bahwa nasionalisme dan Islam merupakan dua ideologi yang saling berlawanan. Nasionalisme bertindak sebagai partikularisme yang berlawanan dengan universalisme Islam.

Sedangkan Abdul Kalam Azad, lebih menghendaki “Composite Nasionalisme”, terdiri atas masyarakat Hindu di anak benua India. Sekalipun dengan alasan yang berbeda, Azad belakangan setuju dengan Nadwi dan Maududi dan kebanyakan ulama menentang pembentukan
Pakistan sebagai negara Muslim yang terpisah dan hingga akhir hayatnya
Azad bergabung dengan nasionalisme India.

Cita-cita politik Islam adalah terbentuknya suatu bangsa yang lahir dari peleburan dari semua ras. Terpadunya ikatan batin masyarakat ini timbul tidak dari kesatuan etnis atau geografis, tapi dari kesatuan cita-cita politik dan agamanya. Keanggotaan atau kewarganegaraannya didasarkan atas suatu “pernyataan kesatuan pendapat”, yang berakhir bila kondisi ini tidak berlaku lagi. Secara kewilayahan, pemerintahan Islam adalah transnasional, yang meliputi seluruh dunia. Walaupun upaya orang Arab untuk menegakkan suatu tatanan Pan Islam yang demikian gagal melalui penaklukan pembentukannya, akan tetapi merupakan cita-cita yang akan dapat dilaksanakan. Sesungguhnya negara Islam yang ideal memang masih dalam benih.

Paham Iqbal yang mampu membangunkan kaum muslimin dari tidurnya adalah  dinamisme Islam,” yaitu dorongannya terhadap ummat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam. Intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup adalah menciptakan, maka Iqbal menyeru kepada ummat Islam agar bangun dan menciptakan dunia baru. Begitu tinggi dia menghargai gerak, sehingga dia menyebut bahwa seolah-olah orang kafir yang aktif kreatif lebih baik dari pada muslim yang suka tidur.


Post a Comment

0 Comments