Mustafa Kemal Pasha Attaturk si Bapak Turki

Mustafa Kemal Pasha Attaturk si Bapak Turki, Tokoh pembaharu di Turki


Mustafa Kemal dilahirkan pada 12 Maret 1881 M di Salonika sebelah utara Yunani. Ayahnya bernama Ali Riza Efendi, beliau adalah seorang pegawai yang mempunyai kedudukan rendah yang kemudian menjadi pedagang kayu. Ibunya bernama Zubeyda Hanim, seorang putri dari keturunan Turki yang telah mengatur kota Langasa dekat Salonika.

Ali Riza dan Zubeyda mempunyai pandangan yang berbeda dalam memberikan pendidikan kepada Mustafa. Ali Riza ingin Mustafa masuk ke sekolah umum, tapi Zubeyda menginginkan Mustafa hafal al-Qur’an dan menjadi guru agama. Mustafa kemudian dikirim ke sekolah Fatimah Mulla Kadin, pendidikan Islam yang terkemuka di kota Salonika.
Mustafa tak lama bersekolah di situ, dia kemudian dipindahkan ayahnya ke sekolah umum yang diasuh oleh Shemsi Effendi. Di usia 12 tahun, ayahnya meninggal dunia. Dia pun diasuh oleh ibunya. Dia pun masuk ke sekolah militer di Selanik dan Manastir. Kedua tempat ini adalah pusat nasionalisme Yunani yang anti Turki. Di sekolah inilah nama yang sebelumnya hanya Mustafa ditambahkan dengan Kemal oleh guru matematikanya sebagai pengakuan atas kecerdasannya.
Mustafa Kemal menikah dengan seorang wanita yang bernama Latifa. Pernikahan ini berjalan dengan singkat, dikarenakan istrinya meninggal dunia. Pernikahan berlangsung selama dua tahun, yaitu 1923 – 1925 M. Dari pernikahan ini Mustafa tidak memperoleh anak, tetapi dia mempunyai banyak anak angkat.
Mustafa Kemal masuk akademi militer di Manastir pada 1895 M dan lulus dengan pangkat letnan pada 1905 M dan ditempatkan di Damaskus. Di Damaskus dia bergabung dengan sebuah kelompok rahasia yang terdiri dari perwira-perwira yang menginginkan pembaharuan. Kelompok ini bernama Vatan ve Hürriyet (Tanah Air dan Kemerdekaan). Kelompok ini menjadi penentang rezim Utsmani. Pada 1907 M, dia ditempatkan di Selanik dan bergabung dengan Komite Kesatuan dan Kemajuan yang biasa disebut dengan kelompok Turki Muda.
Pada 1908 M kelompok Turki Muda merebut kekuasaan dari Sultan Abdul Hamid II, dan Mustafa Kemal menjadi tokoh militer senior. Di tahun 1911 M, dia pergi ke provinsi Libya untuk ikut serta dalam invasi Italia. Pada perang pertama di Balkan, Mustafa Kemal terdampar di Libya dan tidak ikut serta. Pada 1913 M dia kembali ke Instanbul dan diangkat menjadi komandan pertahanan Dinasti Utsmani di wilayah Canakkale di Pantai Trakya (Thracia). Kemudian di tahun 1914 M dia diangkat menjadi atase (ahli yang diperbantukan pada kedutaan untuk mengurus suatu bidang) militer di Sofia.
Ketika Dinasti Utsmani terjun perang dunia I, Mustafa Kemal ditempatkan di Tekirdag (Laut Marmara). Dia kemudian dipromosikan menjadi colonel dan ditempatkan sebagai komandan divisi di daerah Gallipoli. Dia berhasil menahan pasukan sekutu Conkbayiri dan di bukit-bukit Anafarta. Karena keberhasilannya inilah dia diangkat menjadi Birgadir Jenderal dan memperoleh gelar Pasha.
Mustafa Kemal Pasha meninggal dunia di usia 57 tahun. Meninggal dunia karena radang hati yang disebabkan kecanduan alcohol. Dia meninggal pada tahun 1938 M.
Ide Pembaharuan Mustafa Kemal Pasha
Prinsip pemikiran Muatafa Kemal diawali ketika dia ditugaskan sebagai atase di Sofia. Dari sini dia berkenalan dengan peradaban Barat, terutama sistem parlementernya. Adapun prinsip pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal terdiri dari tiga unsur, yaitu 1) Nasionalisme, 2) Sekularisme 3) Westernisme.
Nasionalisme dalam pemikiran Mustafa Kemal, Islam yang berkembang di Turki adalah Islam yang dipribumikan ke dalam budaya Turki. Oleh karenanya, dia berkeyakinan bahwa Islam pun dapat diseleraskan dengan dunia modern. Turut campur agama menurutnya akan membawa kemunduran pada bangsa dan agama. Atas dasar itu lah agama harus dipisahkan dari Negara.
Sekularisme merupakan paham yang memisahkan antara persoalan agama dan persoalan non-agama. Pada prinsip ini salah seorang pengikut setia Mustafa Kemal, Ahmed Agouglu menyatakan bahwa indikasi ketinggian suatu peradaban terletak pada keseluruhannya, bukan secara parsial. Menurut Mustafa Kemal, peradaban diartikan sebagai imitasi peradaban Barat. Konsekuensinya jika Turki ingin maju membangun peradaban, maka harus mengikuti peradaban dalam segala aspek tingkah lakunya. Dia menolak penggabungan antara Timur dan Barat.
Paham sekularisme ini memandang bahwa campur tangan agama Islam dalam seluruh aspek kehidupan membawa kemunduran bagi kaum Muslimin. Sebaliknya di dunia Barat diyakini bahwa sekularisme membawa Barat pada peradaban yang tinggi. Jika Turki menginginkan kemajuan peradaban seperti Barat, maka sekularisme adalah jalan yang harus ditempuh.
Westernisme, Mustafa Kemal beranggapan bahwa Turki harus berorientasi ke Barat. Dia melihat dengan meniru Barat, Turki akan maju.
Dari ketiga prinsip di atas kemudian melahirkan Ideologi Kemalisme, yang terdiri dari enam unsur, yaitu 1) Republikanisme, 2) Populisme (paham yang mengakui dan menjunjung tinggi hak dan rakyat kecil) 3) Etatisme (paham yang lebih mementingkan negara, daripada rakyat) 4) Sekularisme, 5) Revolusionisme 6) Nasionalisme.
Dengan pandangan Mustafa Kemal seperti yang disebutkan di atas, maka lahirlah pendapatnya antara lain; Qur’an perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Turki, azan juga perlu dengan bahasa Turki, khutbah dengan bahasa Turki. Madrasah yang sudah ketinggalan zaman ditutup, diganti fakultas Ilahiyat untuk mendidik imam sholat, khotib-khotib, dan pembaharuan-pembaharuan yang diperlukan. Akan tetapi prinsif dan pandangan Mustafa Kemal seperti yang telah dikemukakan di atas, tidak serta merta menghilangkan kultur keagamaan sebagai buktinya Mustafa Kemal mendirikan penggantinya yaitu Departemen Urursan Agama. Negara menjamin kebebasan beragama, sehingga sekularisasi yang dijalankan tidak menghilangkan agama. Yang berusaha dihapus adalah kekuasaan ulama dalam soal politik dan negara. Karena Mustafa Kemal berpendapat agama adalah masalah pribadi.
A.   Politik
Berbicara masalah politik, berarti kita membicarakan tentang Negara. Revolusi yang dilakukan Mustafa Kemal adalah untuk mengubah bentuk Negara, yang sebelumnya khilafah menjadi republic. Baginya kedaulatan harusnya di tangan rakyat. Ide ini tidak sejalan dengan pemerintahan Turki pada saat itu. Fatwa pemerintah Turki memandang kedaulatan ada di tangan Tuhan yang dijalankan oleh khalifah di bumi. Ide Mustafa mengenai kedaulatan di tangan rakyat diterima Majelis Agung Nasional pada tahun 1920. Satu tahun kemudian, ide tersebut diundangkan.
Mustafa menginginkan urusan agama dan urusan keduniaan dipisahkan. Dia menginginkan agar kekuasaan sultan Turki, dalam hal ini, khalifah benar-benar hanya menyangkut keagamaan belaka dan tidak perlu mencampuri urusan-urusan ketatanegaraan.
Terjadi perbedaan pendapat dalam urusan bentuk negara. Golongan Islam menginginkan bentuk negara khalifah, sedangkan golongan nasionalis menghendaki bentuk negara republik. Dalam konstitusi 1921 ditegaskan bahwa kedaulatan terletak di tangan rakyat, jadi bentuk negara harus republik. Dan pada tahun 1923, Majelis Nasional Agung (MNA) mengambil keputusan bahwa Turki adalah negara republik.
Walaupun sudah jelas bahwa negara adalah republik dan Mustafa Kemal adalah presidennya yang dipilih dan jabatan khalifah dipegang Abdul Majid masih menimbulkan kekacauan teori dan praktek. Pembaruan berikutnya adalah penghapusan jabatan khalifah. Dalam sidang majelis perdebatan cukup sengit, tetapi pada akhirnya pada tanggal 3 Maret 1924, diputuskan penghapusan jabatan khalifah.
Dengan demikian, gambaran bahwa di republik Turki ada dualisme terhapus, tetapi sesungguhnya demikian ”kedaulatan rakyat” belum punya gambaran yang jelas, karena dalam konstitusi, agama negara adalah Islam, artinya kedaulatan bukan di tangan rakyat tetapi pada syariat.
Usaha Mustafa Kemal selanjutnya adalah memasukkan prinsip sekularime dalam konstitusi pada tahun 1928. Negara tidak ada lagi hubungan dengan agama. Pada tahun 1937, barulah republik Turki dengan resmi menjadi sekuler. Namun sebelum resmi menjadi negara sekuler, Kemal telah mulai menghilangkan institusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan.

B.   Pendudukan dan Kebudayaan
Pada tahun 1923, Mustafa Kemal atas nama pemerintah, memerintahkan untuk membangun suatu lembaga studi Islam yang diberi tugas mengkaji filsafat Islam dalam hubungannya dengan filsafat Barat. Tujuan lain lembaga tersebut adalah mendidik dan mencetak serta membentuk mujtahid modern.
Selanjutnya adalah pengalihan tanggungjawab penyelenggaraan pendidikan agama ke dalam kementrian pendidikan di tahun 1924. Hal ini sesuai dengan undang-undang pendidikan dan konstitusinya di bawah kontrol pendidikan.­­
Pada tahun 1924, Mustafa membangun fakultas agama di Universitas Instanbul. Kemudian juga membangun sekolah-sekolah yang membina dan mempersiapkan tenaga-tenaga untuk khatib dan imam. Pendidikan yang diinginkan oleh Mustafa adalah pendidikan yang terbebas dari pengaruh-pengaruh tradisional.
Westernisasi dan sekulerisasi bukan hanya di bidang institusi, tetapi juga dalam kebudayaan dan adat istiadat. Pemakaian keagamaan hanya dibolehkan bagi mereka yang menjalankan tugas keagamaan, dan seluruh pegawai negeri diwajibkan memakan topi dan pakaian model Barat.  Hari libur yang pada awalnya hari Jum’at dirubah menjadi hari Minggu.

C.   Kehidupan Kemasyarakatan
Di mata para pembaharu Islam, Islam dipandang agama yang rasional. Artinya agama tidak bertentangan dengan kemajuan. Mustafa Kemal juga merespon hal tersebut. Di tahun 1924, Mustafa membentuk departmen untuk urusan keagamaan dengan tugas mengurus administrasi keagamaan dan mempersiapkan buku teks pelajaran agama.
Mustafa memerintahkan agar bahasa Turki digunakan pada mimbar-mimbar masjid khutbah Jum’at, adzan dan al-Qur’an diterjemahkan ke dalam bahasa Turki. Kemudian Mustafa berupaya menghilangkan semua simbol-simbol dan upacara-upacara baik adat maupun keagamaan yang mencerminkan tradisionalan.

Mustafa juga melihat bahwa ulama menggiring masyarakat kepada ritual dan ketaatan kepada sistem ibadah dan etika yang mereka ciptakan sendiri tanpa boleh digugat.

Post a Comment

0 Comments