THALAQ PERSPEKTIF HADIS

THALAQ  PERSPEKTIF  HADIS

Serpin dan Angga Marzuki
Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushulluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

بسم الله الرحمن الرحيم
Abstrak:  Problematika dalam rumah tangga yang di latar belakangi banyak hal, mengakibatkan kecendrungan seorang suami dan istri lebih cepat mengambil  keputusan perceraian. Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman ulang tentang hal-hal yang berkaitan dengan perceraian oleh seorang suami dan istri, karena  dampak perceraian bukan lah hanya terhadap diri mereka, namun kepada anak, keluarga dan sebagainya. Perceraian merupakan hal yang sangat tidak boleh dipermainkan, karena keseriusan dan ketidak seriusan dalam mengucapkan lafaz thalaq, thalaq tetap terjatuh dan sah. Dalam perceraian juga di atur hukum-huum yang berkaitan dengannya, macam-macam thalaq, serta ruju’ dan penjelasan lainnya.


Keyword: Thalaq, Hukum-hukum thalaq, Macam-macam Thalaq, Ruju’. 

Pendahuluan
Pernikahan bagi umat manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakrat pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh syari’at. Tujuan yang hakiki dalam sebuah penikahan adalah untuk mewujudkan Rumah tangga yang sakinah yang selalu dihiasi Mawaddah dan Rahmah.[1] Bila rumah tangga yang didirikan telah terjadi ketimpangan seperti salah satu kedua belah pihak suami istri sudah berkurang rasa cintanya, Menipisnya Rasa saling percaya, Mengutamakan Egois masing-masing, saling tidak menghormati, dan sebagainya, sebuah keluarga demikian sudah tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya dan jalan yang terbaik adalah memutuskan pernikahan dengan perceraian. Hal ini dibenarkan oleh islam kalau memang benar-benar sulit diperbaiki dan dipertahankan demi kebaikan masa depan kedua belah pihak.[2]  
         Institusi  thalaq dikenal juga pada zaman jahiliyah, ketika itu merupakan hak otonon dari laki-laki, kapan dan dimana saja, ia menthalaq istrinya. Thalaq sering melahirkan perempuan miskin baru di dalam masyarakat. Semakin besar peristiwa thalaq, semakin besar jumlah kekerasan pada perempuan. Al-qur’an tetap mengakui institusi thalaq ini, tetapi dengan  pembatasan-pembatasan bahkan secara halus. Dalam sebuahb hadis, nabi muhammad saw mengisyaratkan untuk mengindarinya dengan pernyataan:[3]
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ عِنْدَ اللهِ الطَّلاَقُ
Artinya : “Thalaq adalah sesuatu yang halal tapi di benci Allah swt.“

Di masa Dewasa ini perceraian adalah salah satu hal yang sering terjadi dikalangan umat islam, bahkan hal tersebut sudah menjadi solusi tercepat dan diminati oleh sebagian umat islam, oleh sebab itu perlu adanya kajian, yang membahas tentang:  Perceraian (talak) menurut presfekti Hadis-Hadis Rasulullah Saw.

Pembahasan
Hukum Thalaq
Definisi Talak :
Kata Thalaq berasal dari bahasa ‘Arab yaitu : طلق (طلا قا) المرأة من زوجها  yang memilik Arti  (perempuan bercerai dari suaminya).[4] Talaq juga diartikan secara Bahasa Yaitu “ Melepaskan Ikatan”.  Sedangkan Menurut syara’ adalah Melepaskan ikatan pernikahan. Ini sesuai dengan sebagian maknanya dari tinjauan bahasa.[5]
Sedangkan kalau kita melihat di Kamus al-Munjid fi al-lughah wa a’lam, maka kita akan temukan sebagai berikut :          
طلق - طلاقات المرأة من زوجها : بانت عن زوجها وتركه فهي طالق, وطالقة ج طوالق-- الناقة انحلت من عقالها[6]
Thalaq artinya terlepasnya seorang wanita dari suaminya, ia lepas dari suaminya dan telah ditinggalkan suaminya. Thaliqan jamaknya adalah Thaliqatun dan Thawaliqun jamaknya adalah thawaliqun. Yang membiarkan maksudnya adalah terlepasnya dari orang yang memeliharanya.
Talak Menurut kamus ilmiah populer  yaitu ucapan resmi dari suami untuk menceraikan istrinya didepan penghulu dan para saksi, umpama dengan ucapan , “aku menalak engkau dengan talak satu, dua atau tiga. Talak tiga adalak talak terakhir yang menjadikan hubungan suami istri  putus, sehingga tidak bisa ruju’ kembali, kecuali dinikahkan lagi.[7]
Di dalam Fiqh Sunnah kata Thalaq disebutkan sebagai berikut :
الطلاق مأخوذ من الإطلاق وهو الإرسال و الترك تتول أطلقت الأسير إذا حللت قيده و أرسلته[8]
“At-thalaq diambil dari kata al-ithlaq, yaitu mengutus dan meninggalkan sesuatu, sebagai contoh engkau berkata : Apakah engkau telah menthalaq tawanan itu ..?.Maksudnya apabila engkau melepaskan ikatannya dan mengutusnya.”
Adapun defenisi thalaq menurut Sayid Sabiq di dalam Fiqh Sunnah sebagai berikut:
 وفى الشرع حل رابطة الزواج, و إنها إطلاقة الزوجة[9]
Thalaq menurut istilah syara’ adalah membuka tali pengikat perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri.

Sayid Sabiq menitik beratkan bahwa pengertian thalaq itu pada akibat dari thalaq tersebut, yaitu terbukanya kembali ikatan perkawinan serta putusnya hubungan suami isteri yang sebelumnya telah mereka bina. Mereka tidak lagi terikat dengan kata-kata yang diucapkan suami saat melangsungkan akad nikah. Jadi suami melepaskan isteri dari tanggung jawabnya apakah hal itu dengan lafaz thalaq atau dengan cerai dan juga dengan ucapan yang bertujuan untuk melepaskan isteri.
Di dalam kitab Al-Akhwalusy Syakhsyiah juga ada di sebutkan tentang defenisi thalaq yaitu :
الطلاق فى إصطلاح الفقهاء رفع قيد النكاح فى الحال أو فى المال بلفظ مشتق من مادة الطلاق أو فى معنا ها[10]
“Thalaq menurut istilah fuqaha adalah mengangkat pengikat nikah pada ketika itu juga atau pada masa yang akan datang dengan lafaz yang di ambil dari kata thalaq atau yang sama dengannya.”
Dalam pengertian tersebut jelas bahwa thalaq merupakan sarana (alat) untuk membuka pernikahan. Dalam hal ini cara menjatuhkan thalaq ada dua yaitu langsung atau di tangguhkan untuk masa yang akan datang.
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa yang di maksudkan dengan thalaq adalah melepaskan atau membubarkan pernikahan antara suami dan isteri, baik sifatnya langsung pada ketika itu ataupun untuk masa yang akan datang dengan lafaz thalaq atau yang semakna dengannya seperti dengan isyarat atau tulisan.

Hadis Tentang Thalaq
Adapun Hadis yang berkaitan dengan Hukum Talak, diantaranya : pada Bab “Haram Menceraikan Wanita yang sedang Haid tanpa persetujuannya. Jika seseorang Melanggar, Cerai tersebut tetap jatuh. Tetapi ia diperintahkan untuk meruju’ Istrinya Kembali”.

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا ثُمَّ لِيَتْرُكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ ثُمَّ تَحِيضَ ثُمَّ تَطْهُرَ ثُمَّ  طَلَّقَ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ فَتِلْكَ الْعِدَّةُ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ
 Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya At Tamimi dia berkata; Saya membaca di hadapan Malik bin Anas dari Nafi' dari Ibnu umar, r.a : Bahwasanya Ibnu Umar, r.a mentalak isterinya dalam keadaan haid di zaman Rasulullah saw. Lalu Umar bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang kejadian itu. Maka beliau menjawab : “suruhlah ia meruju’nya, hendaklah ia menahan isterinya sampai bersih, kemudian haid lalu bersih lagi, bila ia mau tahanlah (teruskanlah) dengan isterinya itu, atau mentalaknya juga bila ia mau hendaknya sebelum di campuri, ‘iddah itulah yang Allah perintahkan bila perempuan-perumpuan itu sudah di talak.” (Muttafaqqun Alaih)[11].

Adapun hadis ini dapat di temukan  di berbagaikitab sebagai berikut:

No
Nama kitab
Halaman

Shahih Muslim
Bab. Thalaq, No. 2675

Sunan at-Tirmidzi
Bab. Thalaq dan li’an, No. 1096

Sunan Nasa’i
Bab . Thalaq, No. 3336

Sunan abu daud
Bab. Thalaq, No. 1874

Sunan ibnu majah
Musnad Ahmad
Muwatthaq Ibnu Malik
Sunan ad-Darimi
Bab. Thalaq, No. 2009
No. 287
Bab. Thalaq, 1053
Bab. Thalaq, No. 2162











Asbabul wurud hadits
Ibnu Umar mentalak isterinya dalam keadaan haid di zaman Rasulullah saw. Lalu Umar bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang kejadian itu. Maka beliau menjawab : “suruhlah ia meruju’nya, hendaklah ia menahan isterinya sampai bersih, kemudian haid lalu bersih lagi, bila ia mau tahanlah (teruskanlah) dengan isterinya itu, atau mentalaknya juga bila ia mau hendaknya sebelum di campuri, ‘iddah itulah yang Allah perintahkan bila perempuan-perumpuan itu sudah di talak.
Kalau kita Melihat periwayat Hadis tersebut, Abdullah bin Umar lahir pada tahun kedua atau ketiga dari kenabian, masuk Islam ketika ia masih dalam usia 10 tahun bersama ayahnya. Ia berhijrah ke madinah lebih dulu dari pada ayahnya. Pada perang uhud ia masih kecil usianya, sehingga tidak di izinkan Rasullullah untuk mengikutinya kecuali peperangan- peperangan berikutnya . Ia selalu ikut bertempur bersama Nabi Muhammad saw dalam perang khandak dan peperangan sesudahnya. Bahkan sesudah nabi wafat, ia masih aktif dalam berbagai peperangan untuk kepentingan islam.
Abdullah bin Umar  adalah anak kedua dari Umar bin Al-Khattab dan saudara kandung Hafshah Umm Al-Mu’minin.
Abdullah bin Umar termasuk seorang sahabat yang tekun dan berhati hati dalam meriwayatkan hadits. Ia juga meriwayatkan hadits sekitar 2.630 buah
Abdullah bin Umar meninggal dunia di Mekah pada tahun 73 H/693 M dalam usia 87 tahun.
Kalau Kita Melihat Munasabahnya, Maka Kita akan temukan :
وَفىِ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ) مُرهُ فَليُرَا جِعهَا ثُمَّ لْيُطَلِّقهَا طَاهِرًا اَوحَامِلا ) وَفىِ رِوَا يَةٍ اُخرَى لِلبُخَارِىِّ  وَهُسِبَتْ تَطْلِيقَةً
Artinya : “Dan pada suatu riwayat Imam Muslim : Suruhlah ia meruju’nya kemudian mentalaknya dalam keadan bersih atau sedang hamil” dan riwayat lain Imam Bukhari : “di hitung sejak jatuhnya talak.” 
وَفىِ رِوَايَةٍ اُخرَى : (( قَلَ عَبدُا للهِ بنِ عُمَرَ : فَرَدَّ هَا عَلَىَّ وَلَمْ يَرَهَا شَيئًا ، واقَلَ : اِذَا طَهُرَت فَليُطَلِّق اَلِيُمسِاءِ
Artinya : “Dan dalam sebuah riwayat lainnya : Abdullah putra Umar berkata : kemudian Rasulullah saw mengembalikan istriku itu kepadaku dan beliau tidak melihat sesuatu apapun dariku atas istriku itu” dan beliau bersabda bila wanita itu sudah bersih, boleh di laksanakan talak atau di teruskannya saja sebagai istri.”
Hukum yang terkandung dalam hadits Ibnu Umar : Haram menjatuhkan talak dalam masa istri sedang berhaid.  Para imam mazhab sepakat bahwa talak yang di jatuhkan pada masa haid setelah disetubuhi atau pada masa suci setelah di setubuhi hukumnya haram
Malik berpendapat, bahwa menjatuhkan talak dalam keadaan haid kedua , haram juga. Pendapat inilah yang di pandang shahih oleh golongan Syafi’iyah
Mentalak dalam masa haid, berarti mentalak dengan cara yang tidak di benarkan oleh syara’. Karenanya, tertolak. Kalau di pandang sah, tentulah diterima, tetapi ini berlawanan dengan nash. Sabda Nabi saw, yang terkandung dalam hadits diatas. “suruhlah dia supaya merujikinya’ ”, itulah yang menjadi pegangan untuk tidak mensahkan talak dalam masa berhaid.
Menurut Hadis di atas, Rasulullah memerintahkan agar dalam menjatuhkan thalaq, memperhatikan apakah istri dalam keadaan suci atau dalam keadaan haid.[12]
   Sabda Rasulullah Saw  :
و عن أبى هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ثلاث جدهن جد و هزلهن جد النكاح و الطلاق و الرجعة ( رواه الأربعة إلا النسائى ) [13]

“Dari abi Hurairah RA ia berkata : bersabda Rasulullah SAW : tiga perkara kesungguhannya dianggap sungguh dan olok-oloknya dianggap sungguh, yaitu nikah, thalaq dan rujuk.”

Tiga hal ini kita harus teliti, meskipun seseorang dalam melafazkan akad nikah dalam pernikahan, dan dalam hatinya tidak ada niat atau cinta, maka nikahny tetap  sah.
Pemakalah : dalam hal perceraian, suami istri hendaklah teliti dalam menyikapi setiap hal-hal yang berkaitan dengannya. Karena perceraian merupakan hal yang apabila di ucapkan dengan sungguh-sungguh akan dianggap sah,meskipun dilakukan degan bersenda gurau atau bercanda maka perceraian juga akan terjatuh.
Hukum Thalaq
Pernyataan thalaq merupakan suatu prosedur hukum yang penting dalam pelaksanaan thalaq. Hukum islam memberikan ketentuan yang terperinci tentang kapan dan bagaimana talak itu boleh atau tidak dinyatakan.seperti diketahui, hukum islam membagi-bagi tindak-tanduk manusia dalam beberapa kategori hukum, dan pernyataan thalaq dapat termasuk didalam salah satu kategori itu menurut keadaanya.[14] Talak atau perceraian memiliki hukum yang berbeda-beda, terkadang haram, makruh, wajib, sunnah atau boleh. Adapaun hukukm-hukum tersebut sebagai berikut : [15]
1.             Wajib. Apabila terjadi perselisihan antara suami-istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara memandang perlu upaya keduanya bercerai, karena tidak ada jalan lain kecuali cerai.
2.             Sunnat. Apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkahnya). Atau perempuan tidak dapat  menjaga kehormatan dirinya sekalipun telah  diberi nasehat tetapi tidak mengacuhkannya.
3.             Haram. Dalam dua keadaan. Pertama : menjatuhkan talak sewaktu si istri dalam keadaan haid. Kedua : menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah di campuri dalam waktu suci itu.
Sabda Rasulullah saw :
: مُرهُ فَليُرَا جِعهَا ، ثُمَّ لِيُمسِكهَا حَتَّ تطهُرَ ، ثُمَّ تحِيضَ ، ثُمَّ تَطْحُرَ ، ثُمَّ إِنْ شَاء أَمْسَكَ بَعدُ ، وَ إِنْ شَاء طَلَقَ قَبْلَ أَنْ يَمسَّ ، فَتِلْكَ العِدَّةُ الَّتِى أَمَرَ اللهُ أَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاء )). مُتَفَق عليهِ
          Artinya: “Suruhlah ia meruju’nya, hendaklah ia menahan isterinya sampai bersih, kemudian haid lalu bersih lagi, bila ia mau tahanlah (teruskanlah) dengan isterinya itu, atau mentalaknya juga bila ia mau hendaknya sebelum di campuri, ‘iddah itulah yang Allah perintahkan bila perempuan-perumpuan itu sudah di talak. (Muttafaqqun Alaih)
4.      Makruh : talak yang di lakukan tanpa sebab, pergaulan suami istri dalam keadaan baik.
5.   Boleh,  dinafikan Oleh An-Nawawi. Namun, ulama yang lain memberikan gambarannya, yaitu apabila sang suami tidak mencintai istrinya dan tidak senang menanggung biaya hidupnya tanpa didapatkan maksud bersenang-senang.

Langkah – Langkah Menjatuhkan Thalaq
Talak Tiga Sekaligus. Jumhur ulama memang mengatakan bahwa talak tiga bisa jatuh bila suami mengatakannya tiga kali dalam satu majelis. Contohnya, ”Kamu saya talak, kamu saya talak, kamu saya talak”. Maka jatuhlah talak tiga. Namun pendapat ini bukanlah satu-satunya. Karena ulama lain mengatakan bahwa lafaz seperti itu tidak menjatuhkan talak tiga tapi hanya talak satu saja. Dasarnya adalah hadits berikut:

حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَاللَّفْظُ لِابْنِ رَافِعٍ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا وَقَالَ ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ الطَّلَاقُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَسَنَتَيْنِ مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ طَلَاقُ الثَّلَاثِ وَاحِدَةً فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِنَّ النَّاسَ قَدْ اسْتَعْجَلُوا فِي أَمْرٍ قَدْ كَانَتْ لَهُمْ فِيهِ أَنَاةٌ فَلَوْ أَمْضَيْنَاهُ عَلَيْهِمْ فَأَمْضَاهُ عَلَيْهِمْ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Muhammad bin Rafi' sedangkan lafazhnya dari Ibnu Rafi', Ishaq mengatakan; Telah mengabarkan kepada kami, sedangkan Ibnu Rafi' mengatakan; Telah menceritakan kepada kami Abdur Razaq telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Ibnu Abbas, dia berkata: Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar, dan dua tahun dari kekhilafahan Umar, talak tiga (dengan sekali ucap) masih dihukumi talak satu. Setelah itu Umar bin Al Khaththab berkata; Nampaknya orang-orang tergesa-gesa dalam urusan yang sebenarnya telah diberikan keleluasaan bagi mereka. Bagaimana seandainya kami memberlakukan suatu hukum atas mereka?! Niscaya mereka akan memberlakukannya (menjatuhkan talak tiga bagi yang menceraikan isterinya tiga kali dengan sekali ucap-pent).”
Talak Tidak Butuh Saksi. Mentalak istri adalah sebuah pernyataan untuk melepaskan hubungan syar’i antara suami dengan istri. Talak dilakukan oleh suami kepada istrinya, tanpa membutuhkan saksi atau pun hadir di depan hakim. Cukup dilakukan dengan lafadz, ungkapan atau pernyataan.
Istri Tidak Ditemui Saat Talak Yang terpenting istri itu tahu dan mendengar informasi bahwa dirinya sudah ditalak suaminya. Tidak ada persyaratan bahwa lafaz talaq itu harus diucapkan suami langsung di depan istrinya. Talak bisa saja disampaikan lewat tulisan atau pesan yang dibawa seseorang kepada istri. Dan talak itu sudah jatuh terhitung sejak suami mengatakannya, bukan tergantung kapan istri mengetahuinya.

Macam – macam Thalaq
      Adapaun thalaq terbagi kepada beberapa macam :
1.             Thalaq Raj’i
          Yaitu : perceraian  dimana suami mengucapkan thalaq satu atau thalaq dua kepada istrinya. Suami boleh ruju’ kembali kepada istrinya ketika masih dalam  masa iddah, jika waktu iddah telah habis maka suami tidak di benarkan meruju’ dengan  melainkan dengan akad nikah baru.
2.             Thalaq ba’in
          Yaitu: perceraian dimana suami mengucapkan thalaq tiga atau melafazkan thalaq yang ketiga kepada istrinya. Istrinya tidak bisa di ruju’ kembali, suami hanya boleh meruju’ Si suami hanya boleh merujuk setelah isterinya menikah dengan lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis iddah dengan suami barunya.
3.             Thalaq sunni
          Yaitu : perceraian di mana suami mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang masih suci dan belum disetubuhinya ketika dalam keadaan suci.
4.             Thalaq bid’i
          Yaitu : Suami mengucapkan talak kepada isterinya ketika dalam keadaan haid atau ketikasuci tapi sudah disetubuhi (berhubungan intim).
5.             Thalaq taklik
          Yaitu : suami menceraikan isterinya secara bersyarat dengan sesuatu sebab atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau talak.

Thalaq taklik terbagi kepada dua :
1.             Taklik qasami
          Yaitu : taklik yang dimaksudkan seperti janji karena mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar.
2.             Taklik syarthi
          Yaitu : taklik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak jika telah terpenuhi syaratnya. Syarat sah taklik yang dimaksud tersebut ialah perkaranya belum ada, tetapi mungkin terjadi di kemudian hari, hendaknya istri ketika lahirnya akad talak dapat dijatuhi talak dan ketika terjadinya perkara yang ditaklikkan istri berada dalam pemeliharaan suami.
Hasil diskusi : misalkan seorang suami mengatakan kepada istrinya yang sering meninggalkan shalat, dengan ucapan : jika kamu masih suka meninggalkan shalat, lama-lama aku akan ceraikan kamu. ungkapan ini akan mengakibatkan percerian jika sang istri mengulangi kesalahanya, masih selalu meninggalkan shalat, maka dengan otomatis thalaq dari suami kepada istri akan terjatuh, namun jika kesalahan itu tidak di ulanagi maka thalaknya tidak jatuh.

Rukun thalaq ada tiga, yaitu : [16]
1.             Suami yang Menthalaq dengan syarat Baligh, Berakal dan kehendak sendiri.
2.             Ada Istri yang di Thalaq.
3.             Ada Ucapan yang digunakan Untuk Menthalaq.
Menurut imam Hanafi, Rukun Thalaq adalah adanya ucapan yang diungkapkan baik dengan  jelas untuk menceraikan atau dengan kinayah (sindiran) .
Menurut Imam Maliki, Rukun  Thalaq ada 4 rukun : Keluarga, Niat, Tempat, dan Lafaz Thalaq.
Menurut Imam Syafi’i, rukun Thalaq ada 5 rukun : Yang Mentalaq, shighat, tempat, wali, niat untuk menceraikan.[17]

Ruju’
Ruju’ menurut bahasa adalah kembali, sedangkan menurut istilah Ruju’ yaitu Suami kembali Kepada istrinya yang telah dicerai ( Bukan Thalaq ba’in), yang masih dalam masa ‘iddah kepada nikah asal yang sebelum  diceraikan dalam waktu tertentu.[18]
          Rukun Ruju’ yaitu :
1.             Suami yang meruju’
2.             Istri yang diruju’
3.             Ucapan Yang digunakan Meruju’.
4.             Saksi.
Menurut al-Hadis yang diriwayatkan OlehImam Abu Dawud sebagai berikut :
عن عمران بن حصين رضي الله عنه أنه سئل عن الرجل يطلق ثم يراجع ولايشهد , فقال: اشهدعلي طلاقها وعلي رجعها (رواه ابو دود)

Artinya: “dari imran bin husain , semoga allah meridhoi atasnya, bahwasanya ia ditanya tentang seorang laki-laki yang mentalaq istrinya kemudian ia merujuknya dengan tidak memakai saksi, maka ia berkata : saksikanlah atas talaknya dan saksikan pulapada Ruju’nya.” (HR.Abu Dawud,Mauquf dan sanadnya Shahih ).

Penutup
Perceraian dalam Islam, mekipun hakl di bolehkan, tetapi termasuk salah satu yang di benci Allah swt. Al-qur’an mengisyaratkan sikap kehati-hatian terhadap persoalan tersebut, dengan menggunakan sebagai pilihan terakhir. Meskipun di Indonesia konsep dan pelaksanaan perceraian telah diatur dalam hukum sehingga keabsahan perceraian bergantung pada keputusan pengadilan, namun pada kenyataannya banyak suami yang dengan mudah menjatuhkan cerai. Maka hendaklah perceraian sebagai alternatif jalan terakhir dari problem pelik yang di alami oleh suami – istri. 

DAFTAR PUSTAKA

Asmawi, Mohammad. Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan. Yogyakarta: cetakan pertama 2004.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Bari. Jakarta, Pustaka Azzam, 2008.
Baqi, Muhammad Fuad Abdul. Shahih Al-Lu’lu’ Wal Marjan. Jakarta: Akbar Media, 2011.
Jami’ah Al-azhar,  Al-Akhwalusy Syakhsyiah, Darul Fikriy, Mesir, 1422/2001.
Lowis Ma’luf , Al-Munjid fi al-lughah wa a’lam. Dar Al-Masyriq Cetakan ketiga , Beirut.
Rajasa, Sautan. Kamus ilmiah Populer. Surabaya: Karya Utama, 2002.
Rifa’I, Moh. Ilmu Fiqih Islam Lengkap . Semarang, Toha Putra, 1978.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah, Jilid VI, Darul Kitab Al-Araby, Beirut, 1977.
S.Askar, Kamur Arab Indonesia Al-Azhar. Jakarta: Senayan Publising, 2011.
Umar, Nasaruddin, Fikih Wanita Untuk semua. Jakarta : serambi ilmu semesta, 2010

Lihat pos lainnya di sini


[1]Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan danPperbedaan (Yogyakarta: cetakan pertama 2004), h. 19
[2] Mohammad Asmawi, h. 228.
[3] Nasaruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua (Jakarta: Serambi, 2010), h.116.
[4] S.Askar, Kamur Arab Indonesia Al-Azhar (Jakarta: Senayan Publising, 2011), h.468.
[5] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari jilid XXVI (Jakarta, Pustaka Azzam, 2008), h. 2.
[6] Lowis Ma’luf , Al-Munjid fi al-lughah wa a’lam (Dar Al-Masyriq Cetakan ketiga , Beirut) h.480
[7] Sautan Rajasa, Kamus ilmiah Populer (Surabaya: Karya Utama, 2002), h.593.
[8]Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid VI (Beirut: Darul Kitab Al-Araby, 1977), h.241.
[9] Sayid Sabiq,
[10]Jami’ah Al-azhar,  Al-Akhwalusy Syakhsyiah, (Mesir: Darul Fikriy, 1422/2001),
h.169.
[11] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Shahih Al-Lu’lu’ Wal Marjan (Jakarta: Akbar Media, 2011),h. 386. Hadis tersebut beliau kutip dari Kitab Al-Bukhari, Kitab Thalaq (LXVIII), Bab Firman Allah Ta’ala, “ Wahai Nabi, Jika kamu menceraikan istri-istrimu, maka ceraikanlah mereka untuk iddah mereka, dan hitunglah iddanya.” 1
[12] Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan (Jakarta; Fajar interpratama offest,1995), h. 133
[13] Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai, h. 169.
[14] Hisako Nakamura, Perceraian Orang Jawa (Yogyakarta; Gadjah Mada Unersity Press, 1990), h. 34. beliau mengutip dari Buku Hukum Perkawinan Dalam Islam, yang dikarang oleh Mahmud Yunus, seorang ulama indonesia, yang pernah menjabat Rektor IAIN Imam Bonjol, Padang- Sumbar.
[15] Ibnu Hajar,h.4
[16] Moh. Rifa’I , Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang, Toha Putra, 1978) h. 483
[17] Al-Akhwalusy Syakhsyiah,h.180
[18] Moh Rifa’I ,h.503

Post a Comment

0 Comments