KONSEP ILMU AL-FARABI

KONSEP ILMU AL-FARABI
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Konsep Ilmu al-Farabi
al-Farabi


PENDAHULUAN
Bukan hanya tokoh-tokoh barat saja yang ikut andil dalam mengembangkan ilmu filsafat. Akan tetapi, Islam juga memiliki beberapa tokoh yang ikut andil dalam mengembangan ilmu filsafat, di antaranya: Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Kindi, dan lain-lain. Adanya tokoh islam yang ikut andil dalam mengembangakan ilmu filsafat ini, sedikit orang yang mengetahuinya. Oleh karna itu, penulis akan menjelaskan salah satu tokoh islam yang ikut andil dalam ilmu filsafat ini, yaitu Al-Farabi. Penulis akan membuat tulisan singkat tentang filsafat ilmu menurut al-Farabi.
Ilmu pengetahuan merupakan salah bidang yang harus dikembangkan. Hal ini terbukti bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang karena sifatnya yang dinamis. Ilmu pengetahuan saling melengkapi pemikiran-pemikiran para ilmuwan. Dengan ilmu pengetahuan ini manusia telah merubah diri mereka menjadi makhluk mulia di dunia. Karena ilmu pengetahuan pula Tuhan yakin bahwa manusia mampu menjaga alam dengan baik, sehingga mendapat julukan Khalifatullah fi al-ardh. Pada saat sekarang, kebanyakan manusia menyalahgunakan ilmu pengetahuan. Banyak di antara para ilmuwan sekarang tidak memikirkan tentang kedamaian alam ini.


PEMBAHASAN
A. Kisah Hidup dan Karya-Karya al-Farabi
Nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan bin Auzalagh al-Farabi yang dalam sumber-sumber Islam lebih dikenal dengan Abu Nashr. Dia dilahirkan di Wasij, Distrik Farab, Transoxsiana, Turkestan sekitar tahun 257/ 890. Dalam kebanyakan sumber yang ada, al-Farabi disebut sebagai keturunan Turki. 
Dia melewati masa-masa remajanya di Farab. Dia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat beragama bermazhab Syafi’iyah. Selain menerima pendidikan dasar al-Qur’an, dia juga menerima pendidikan berupa ilmu tata bahasa, sastra, ilmu-ilmu agama, serta aritmatika dasar. 
Selanjutnya dia pindah ke Bukhara untuk meneruskan pendidikan fikih dan keilmuwan agama lainnya. Di kota Bukhara ini al-Farabi berkenalan dengan alat musik dan bahasa, serta karya Parsi yang jelak menjadikannya otoritas di bidang ini menjadi terjamin. Kepakaran al-Farabi di bidang musik dibuktikan dengan kartanya yang berjudul Kitab al-Musiqa al-Kabir atas permintaan Abu Ja’far Muhammad bin Qais bin al-Qasim, Wazir Khalifah al-Radhi pada 936. 
Ketika dia mempelajari ilmu linguistik dan religius muncul minatnya untuk mempelajari filsafat. Ketidakpuasannya dalam mempelajari ilmu-ilmu religius menjadi salah satu penyebab minat besar al-Farabi untuk menekuni pelajaran otoritatif logika Aristotelian. Dia mempelajari logika Aristotalian di Merv di Khurasan. Guru utama al-Farabi adalah Yuhanna bin Hailan. Di bawah bimbingannya al-Farabi mempelajari teks-teks dasar logika Aritotelian. 
Setelah dari Merv, dia dan gurunya berangkat menuju Baghdad sektar tahun 900. Pada masa kekhalifahan al-Muqtadir (908-932), dia dan gurunya berangkat ke kota Konstantinopel untuk memperdalam filsafat. Sebelumnya dia sempat singgah beberapa waktu lamanya di Harran. Pada rentang waktu 910-920 dia kembali ke Baghdad dan di sana menemui Matta bin Yunus, seorang filsuf Nestorian.
Pada akhir tahun 942, dia pindah ke Damaskus karena situasi politik di Baghdad sedang memburuk. Dia sempat tinggal di sana selama dua tahun di mana waktu siang digunakannya untuk bekerja sebagai penjaga kebun dan malam hari dihabiskan untuk membaca dan menulis karya-karya filsafat. Dengan alasan yang sama, dia pindah pindah ke Mesir dan pada akhirnya kembali lagi ke Damaskus pada tahun 949.
Selama tinggal di Damaskus untuk yang kedua kalinya, al-Farabi mendapat perlindungan dari putra mahkota penguasa Siria, Saif al-Daulah (w. 967). Pada saat pertama bertemu, Saif al-Daulah sangat terkesan dengan al-Farabi karena kehebetannya dalam menguasai filsafat, bakat musiknya, serta penguasaannya terhadap berbagai macam bahasa.
Pada bulan Rajab Desember 950, al-Farabi meninggal di Damaskus pada usia 80 tahun. Dia di makamkan di pekuburan yang terletak di gerbang kecil kota bagian selatan. Saif a-Daulah sendiri yang memimpin sejumlah pejabat istana dalam upacara pemakaman al-Farabi.
Al-Farabi sangat banyak meninggalkan karya tulis. Karya-karyanya tersebar luas di setiap cabang ilmu pengetahuan yang dikenal pada abad pertengahan. Dia menulis uraian-uraian atas organon Aritoteles secara tuntas, meliputi kategori-kategori, hermeneutika, analitika prior (al-Qiyas), analitika posterior (al-Burhan), topik-topik, sofistika, retorika, puisi dan syair. Komentar itu disusun dalam rangkap tiga model mazhab Aleksandria, yang terdiri dari uraian pendek atau komentar singkat, sedang atau menengah, dan panjang.
Selain itu, dia juga menulis risalah pendek yang difokuskan pada aspek-aspek khusus logika, antara lain: Risalat shuduri biha al-kitab, Risalat fi jawab masa’il su’ila ‘anha, dan Risalat qawanin shina’at al-syi’r. Yang paling penting dari risalah itu adalah wacananya tentang hadis-hadis Nabi yang dikumpulkannya untuk menunjujjan bahwa seni logika Aristotelia (shina’at al-mantiqi) ternyata direkomendasikan oleh hadis-hadis tersebut.
Bagian utama kedua karya al-Farabi adalah bidang Fisika. Corak pertama dalam karya ini adalah uraian atas karya Aristoteles dan pemikir Yunani lainnya. Di antara adalah Syarh kitab al-Sama’al-Thabi’i li-aristhuthalis, Syarh kitab al-Sama’ wa al-‘alam li-arithuthalis, dan Syarh mawalat al-Iskandar al-Afrudisi fi al-Nafs. 
Corak kedua merupakan risalah ilmiah lepas mengenai subjek0subjek psikologi, zoologi, meteorologi, sifat waktu dan ruang, dan vakum. Antara lain: Risalat fi al-Khala’, Kalam fi a’dha’ al-Hayawan, Kalam fi al-Haiz wa al-Miqdar, dan Maqalat di ma’ani al-‘Aql. 
Corak ketiga adalah karya yang disusun sebagai sanggahan atas pandangan para filosof dan teolog tertentu mengenai beberapa aspek filsafat alam. Di antaranya adalah: Kitab al-Radd ‘ala Jalinus fi ma ta’awwaluhu min Kalam Aristhu, al-Radd ‘ala bin al-Rawandi fi Adab al-Jadal, al-Radd ‘ala al-Razi fi ‘Ilm al-Ilahi.
Selain karya-karya yang telah disebutkan, masih banyak karya lain yang sudah diterjemahkan kebeberapa bahasa. Di antara karya yang paling terkenal adalah: Ihsa’u al-‘Ulum, dan Ara’ ahl al-Madinat al-Fadhilat.

B. Pemikiran al-Farabi Tentang Ilmu Pengetahuan
Al-Farabi menguasai banyak cabang ilmu pengetahuan. Pada tahun 1890 Dieterici menerjemahkan beberapa risalah pendek al-Farabi, umumnya yang berkaitan dengan sains. Bukunya yang merupakan sumbangan terhadap sosiologi adalah Risalat fi Ara Ahl al-Madinah al-Fadilah yang kemudian diedit dan diterjemahkan oleh Dieterici sebagai Philosophia de Araber dan Der Mustarstaat Von Al-Farabi. 
Buku penting lain yang diterjemahkan ke berbagai bahasa Barat adalah Musiqi al-Kabir dan Ihsa al-Ulum, sebuah karya ensiklopedi yang kemudian banyak berpengaruh atas penulis Barat.  
Bukunya Ihsa al-Ulum merupakan encyclopedia mengenai ilmu akhlak yang terbagi atas lima bagian: 
1. Bahasa
2. Ilmu hitung
3. Logika
4. Ilmu-ilmu alam (natural sciences), dan
5. Politik dan sosial ekonomi.
Al-Farabi memakai jalan peng-alasan yang sangat teliti yang  berdasarkan dialektika untuk mengambil suatu bahan ilmiah. Ini dilakukan dengan meletakkan qaedah-qaedah umum lalu daripadanya diambil alasan yang diperlukan. Pendapat al-Farabi mengenai wujud Allah dan pengetahuan umum yang bersangkutan dengan Aqlil Awal (first intelegence) dan lainnya diambil kurang lebih dari teori Aristoteles mengenai penciptaan (creation).
Tata kerja akal dalam proses pemikiran, menurut al-Farabi meningkat secara bertahap. Akal pada seseorang bayi bersifat potensial (aqlu bil quwwati), yang disebut oleh al-Farabi dengan aqlul-hayuli (material intelect). Aqlul-hayuli itu bersifat pasif (passive intelect), dan mulai bergerak menjadi akal berkarya (aqlu bil-fi’li, actual intellect) setelah menerimakan gambaran bentuk-bentuk (al surah, forms) melalui kodrat indriani (al hassat) maupun kodrat imajinasi (al mutakhayyilat). Ia pun mengolahnya menjadi pengertian-pengertian (al ma’ani, conceptions) dan pada tahap itu ia pun berubah menjadi akal berdaya guna (aqlul-mustafad, acquired intellect).
Akal berdaya guna (aqlul-mustafad, acquired intellect) itu sekedar bertindak mengolah, mencari hubungan-hubungan diantara segala pengertian, untuk merekamkan tahu (al’ilm, knowledge) pada perbendaharaan ingatan. Akan tetapi tahu itu sendiri menurut al-Farabi adalah anugerah dari akal giat (aqlul-fa’al, active intellect) yakni kodrat ilahi, sebagai akibat dari kegiatan akal berdayaguna itu. Tahu di dalam perbendaharaan ingatan itu berpangkal pada materi dan bentuk (al madah dan al shurah) yang ditangkap oleh kodrat indriani dari alam luar. Materi itu tidak punya perwujudan tanpa bentuk. Akan tetapi di dalam proses pemikiran (amaliyat alfikri) senantiasa materi itu dipisahkan dengan bentuk hingga diperkirakan perwujudan materi tanpa bentuk, yang oleh al-Farabi disebut dengan al hayuli dan oleh Aristoteles, disebut dengan hyule. 

C. Pembagian Ilmu Menurut al-Farabi
Al-Farabi membagi jenis-jenis ilmu dalam lingkup ilmu-ilmu bahasa (ilm al-lisan), ilmu logika (mantiq), ilmu matematika, ilmu fisika, metafisika, ilmu politik dan kenegaraan, dan ilmu agama. 
Ilmu al-lisan dibagi lagi menjadi tujuh bagian, yaitu bahasa, gramatika, sintax (tarkib al-kalam), syair, menulis dan membaca. Sementara aturan-aturan yang melingkupi ketujuh pembahasan itu adalah ilmu kalimat mufrad, ilmu kalimat yang dihubungkan dengan harf al-jar (proposisi), aturan penulisan yang benar, aturan pembacaan yang betul, dan aturan mengenai syair yang baik.
Ilmu logika diajarkan pada tingkatan tinggi, untuk mempersiapkan seseorang menjadi sarjana.
Tentang matematika, al-Farabi membaginya kepada tujuh: aritmatika, geometri, optika, astronomi, musik, hisab baqi, dan mekanika.
Metafisika ditujukan kepada dua jenis pelajaran, yaitu pengetahuan tentang makhluk, dan tentang contoh-contoh dasar atau filsafat ilmu. Ilmu makhluk yang dimaksud meliputi bentuk jasmani dan benda-benda (biologi) dan jiwa (psikologi).
Politik disebut sebagai ilmu sipil yang menjurus kepada etika dan politik. Politik berasal dari kata politeia, yang oleh para filosof muslim kemudian disebut dengan madani. Semua istilah itu berhubungan dengan konsep kota dengan sofat-sifatnya.
Ilmu agama dibagi menjadi fikih (yurisprudensi) dan kalam (teologi).

D. Hukum Mempelajari Ilmu Menurut al-Farabi
Islam mengharuskan setiap pemeluknya untuk berusaha menjadi ilmuwan dalam bidang tertentu. Lebih jauh lagi mereka menemukan sejarah tokoh-tokoh agama, salah satunya adalah al-Farabi yang telah berhasil membuka jalan kepada kunci ilmu pengetahuan, di mana manusia memperoleh keberkahan dan manfaat yang tak ternilai harganya.

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”. [Al – A’laq: 1]
Wahyu pertama yang diterima Nabi dari Allah mengandung perintah, “Bacalah dengan nama Allah”. Perintah ini mewajibkan orang untuk membaca. Jadi dapat disimpulkan jika ilmu pengetahuan harus dicari dan diperoleh.
Salah satu sifat Allah yang disebutkan dalam al-Qur’an adalah alim, berarti “Yang memiliki pengetahuan”. Oleh karena itu, memiliki pengetahuan merupakan suatu sifat ilahi dan mencari pengetahuan merupakan kewajiban bagi yang beriman. 
Orang-orang beriman diwajibkan untuk mewujudkan sifat-sifat Allah dalam keberadaan mereka, maka menjadi suatu keharusan bagi semua orang yang percaya akan Allah sebagai sumber segala sesuatu yang ada, untuk mencari dan menyerap dalam wujud mereka sebanyak mungkin sifat-sifat Allah, termasuk dengan pengetahuan, sehingga wawasan tentang Yang Kudus menjadi darah daging kehidupan mereka. 
Telah jelas, bahwa tidak semua sifat Allah dapat diserap oleh manusia mengingat kodratnya yang tak terbatas dan tak terhingga, tapi setiap manusia pasti dapat memiliki sifat-sifat ilahi sebanyak yang diperlukan untuk pemenuhan dan perealisasian dirinya sendiri. Dan pengetahuanlah yang membedakan manusia dari malaikat dan dari semua makhluk lainnya, dan melalui pengetahuanlah kita dapat mencapai kebenaran

DAFTAR PUSTAKA
Hamdi, Ahmad Zainul. Tujuh Filsuf Muslim. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2004.
Konsep Pemikiran Al-Farabi Tentang Ilmu Pengetahuan, artikel diakses pada 16 Maret 2013 dari  http://kajad-alhikmahkajen.blogspot.com/2010/06/konsep-pemikiran-al-farabi-tentang-ilmu.html.
Sholikhin, Muhammad. Filsafat dan Metafisika dalam Islam. Jakarta: PT. Buku Kita, 2008.


Post a Comment

0 Comments